Sabtu, 28 September 2013

Teman Kecilku



Teman Kecilku 



Saat masih kecil tempat tinggal saya no madden, hal ini dikarenakan saya harus ikut ke mana Ayah saya ditugaskan. Ayah saya merupakan seorang karyawan proyek di sebuah perusahaan swasta. Sejak kecil tempat tinggal saya selalu berpindah-pindah. Saya sempat tinggal beberapa bulan di Bali, saat itu saya masih berusia sekitar dua bulan, kemudian pindah ke Surabaya, Mojokerto, dan Jakarta. Di Jakarta ini sepertinya yang paling lama saya tinggal. Saya sempat sekolah di sana. Ketika di Jakarta saya juga sempat kembali ke Jombang tinggal dengan Kakek dan Nenek saya, bahkan sempat sekolah TK, namun hanya beberapa bulan saya mogok sekolah. Saya rindu dengan orang tua saya di Jakarta. Akhirnya Kakek saya mengantarkan saya ke Jakarta ke tempat tinggal orang tua saya. Di Jakarta orang tua saya tinggal di rumah kontrakan di daerah Kebon Jeruk Jakarta Barat. Sesampainya saya di Jakarta saya tidak melanjutkan sekolah TK saya yang terhenti di tengah jalan. Saya langsung didaftarkan oleh orang tua saya di Madrasah Ibtidaiyah, semacam sekolah tingkat dasar namun dengan tambahan ilmu pengetahuan agama.
Di rumah kontrakan tempat saya tinggal ada dua rumah lagi yang masih dalam satu halaman. Rumah pertama adalah rumah pemilik kontrakan, rumah paling depan dan paling luas. Pemilik kontrakan itu saya lupa namanya, tapi saya masih ingat nama ketiga anaknya. Yang pertama adalah Mpok Ita, Bang Lobeh dan yang terakhir usianya satu tahun di atas saya bernama Yuliana, yang menjadi teman mengaji dan bermain saya. Di belakang rumah pemilik kontrakan itu adalah rumah kontrakan yang ditempati orang tua saya, lalu di sebelah rumah saya ada satu kontrakan lagi yang dihuni sebuah keluarga yang bernama Tante Monica dan Om Robertus mereka memiliki  dua orang anak, anak pertama usianya kira-kira satu atau dua tahun di bawah saya namanya Yessica dan adiknya masih balita sekitar satu tahun namanya Lorensius.
Yuli dan Yessica adalah teman bermain saya sehari-hari yang semakin hari semakin akrab. Kita bertiga memiliki kesukaan yang sama yaitu suka menyanyi, dan bersepeda. Kita sempat mempunyai angan-angan akan membentuk trio seperti trio kwek-kwek yang saat itu sedang naik daun. Biasanya kita bernyanyi di depan rumah saya, you know what? Karena rumah saya saat itu memiliki jendela kaca yang cukup besar sehingga kita bisa melihat diri kita masing-masing saat bergaya dan bernyanyi. Saat sore atau minggu pagi kami biasa bersepeda di komplek belakang tempat tinggal kami. Terkadang kami juga ke Kedoya garden, sebuah lingkungan perusahaan swasta yang pernah menjadi tempat Ayah saya bekerja.
Di Kedoya Garden kita biasa bersepeda, belajar bermain sepatu roda atau sekedar jalan-jalan. Tapi karena untuk menuju ke Kedoya Garden harus melewati jalan raya, kita lebih sering bersepeda di komplek belakang. Setiap minggu pagi setelah bersepeda biasanya kita sarapan bubur ayam bersama sebelum Yessica ke gereja tentunya. Tempat tinggal kami tidak di pinggir jalan raya, tetapi sedikit masuk gang yang bisa dilewati sebuah mobil  dan gang tersebut merupakan gang buntu, sehingga penjual bubur tidak masuk ke gang. Apabila ingin membeli kita harus keluar gang untuk menunggu tukang buburnya lewat.
Selain bermain dengan Yuli dan Yessi saya memiliki teman lagi namanya Mellina, rumahnya di pojok paling belakang arah ke komplek. Melina usianya jauh di bawah saya dan Yessi apalagi Yuli. Dia mempunyai seorang adik laki-laki, saya lupa siapa namanya. Melina adalah keturunan china, tapi orang tua Melina tidak memilih-milih untuk berteman sehingga seringkali kita main ke rumah Melina. Pernah saat ulang tahun Melina saya, Yuli dan Yessi diundang, dan tentu saja yang hadir adalah teman-teman sekolah Melina dan keluarga Melina. Di sana kita bertiga tampak berbeda diantara yang lain, yang berkulit putih bening. Tapi mereka semua baik dan tidak mengucilkan kami. Di sana saya sempat khawatir dengan makanan yang dihidangkan Ibu Melina mengatakan bahwa itu sate ayam tapi ada salah satu undangan mengatakan bahwa itu sate babi yang tentunya haram bagi umat muslim seperti saya dan Yuli. Alhasil seingat saya di sana saya hanya memakan telur rebus.
Pada saat kenaikan kelas menuju kelas empat, saat itu di Jakarta banyak terjadi kerusuhan. Indonesia mengalami krisis moneter. Banyak penjarahan di toko-toko milik warga keturunan China. Ruko di dekat tempat tinggal saya tak luput dari penjarahan. Saya sempat menyaksikan sendiri penjarahan besar-besaran terjadi. Banyak orang pribumi membawa pulang barang jarahan mereka. Ada yang membawa kasur, komputer, buah-buahan, piring, alat tulis dan lain sebagainya. Saya juga sempat diberi tempat pensil berwarna merah oleh seseorang yang ikut menjarah toko milik warga keturunan China itu. Saya juga sempat tidak mendapati angkutan kota yang beroperasi sehingga saya harus pulang dengan jalan kaki dari sekolah sampai rumah. Akibat dari krisis moneter banyak perusahaan melakukan pemecatan karyawan besar-besaran termasuk Ayah saya yang juga ikut terkena imbas dari krisis moneter. Sampai akhirnya kakek saya menyuruh orang tua saya untuk pindah ke Jombang. Di saat yang bersamaan keluarga Yessi juga akan pindah rumah karena rumah orang tua Yessi yang di Tangerang sudah jadi. Akhirnya kita bertiga berpisah.
Sampai saat ini saya tidak pernah tau bagaimana kabar mereka apakah mereka sudah berkeluarga atau bagaimana. Pernah beberapa hari yang lalu saya mencoba menghubungi nomor telepon keluarga Yuli, ternyata telepon itu masih digunakan. Tapi saya tidak mempunyai keberanian untuk berbicara banyak, saya hanya sekedar telepon untuk mendengarkan suara penerima dan mencoba untuk mengenalinya. Beberapa kali saya mencoba menelpon tapi tak pernah sekalipun saya mendengar suara Yuli mengangkat telepon dari saya. Saat saya menelpon saya mendengar seperti suara Ayahnya, kemudian ada anak kecil perempuan entah itu anak siapa mungkin anak mpok Ita atau Bang Lobeh. Dan hari ini tadi saya mencoba kembali menelpon rumah Yuli dan saya beranikan untuk berbicara menanyakan tentang Yuli, sempat menunggu agak lama. Kemudian telepon diangkat sepertinya itu suara Bang Lobeh, lalu saya menanyakan apakah saya bisa berbicara dengan Yuliana? Lalu penerima telepon itu menjawab
“Yuliana belum pulang, ini siapa ya?”
“ini saya Yulfi, kira-kira kapan saya bisa menghubungi Yuliana kembali?”  Tanya saya
“mungkin nanti jam 8 dia pulang”
“Baik, nanti akan saya coba hubungi kembali jam 8, terima kasih Assalamualaikum”
Begitulah kira-kira percakapan saya dengan seseorang di rumah Yuli. Ternyata nomor yang saya ingat itu memang benar nomor Yuli dan sampai saat ini masih digunakan. Nanti jam 8 saya akan coba menghubungi Yuli kembali, mencoba menyambung silaturahim yang sempat terputus.

Jumat, 27 September 2013

KEINGINAN-KEINGINANKU



KEINGINANKU

Aku ingin begini, aku ingin begitu
Ingin ini, ingin itu banyak sekali
Semua, semua, semua tak dapat dikabulkan
Karna ku tak punya kantong ajaib
(kutipan lirik lagu doraemon dengan sedikit perubahan lirik)

Bingung sepertinya itu yang sedang menghantui pikiran saya. Sampai pada saat ini saya sedang dalam proses menemukan jati diri, passion saya. Bisa dibilang saya ini orangnya masih labil (bukan labil ekonomi like a Vicky ya…) saya juga termasuk orang yang mudah bosan dengan rutinitas. Saya senang dengan sesuatu yang baru, namun ketika hal baru itu membosankan saya akan meninggalkan begitu saja, tetapi jika sesuatu yang baru itu begitu menarik hati saya saya akan menggelutinya untuk jangka waktu tertentu saja pastinya kemudian bosan akan menghampiri pada saatnya. Menurut orang lain, bahkan pacar saya, saya ini banyak maunya dan selalu saya tidak mewujudkannya seperti lirik lagu di atas. Entah karena tiba-tiba mood saya hilang begitu saja ataukah karna saya suka yang instan. Pacar saya sampai hafal dengan sifat saya yang satu itu, ingin ini, ingin itu akan tetapi tak pernah sekalipun mewujudkan apa yang saya ucapkan. Jadi ketika saya berbicara mengenai keinginan saya yang banyak itu dia hanya mengiyakan, bahkan kesannya pacar saya itu seperti masa bodoh dengan keinginan-keinginan saya itu. Tapi saya yakin jika pacar saya selalu mendukung apapun yang saya lakukan.
Saat masih kecil saya berkeinginan untuk menjadi dokter, namun ketika SMP saat saya mendapat tugas membuat kliping cerpen dari guru bahasa Indonesia saya, saya ingin menjadi guru bahasa Indonesia. Pada saat itu saya berfikir bahwa menjadi guru bahasa Indonesia merupakan pekerjaan yang menyenangkan. Saya saai itu begitu senang membaca dan mengarang berfikir bahwa menjadi guru bahasa Indonesia nanti bisa membaca cerita pengalaman dari murid-murid saya dari tugas yang saya berikan. Sampai pada akhirnya pada saat saya kuliah dan gagal diterima di perguruan tinggi negeri dan orang tua saya menginginkan saya kuliah di kota tempat tinggal saya sekarang, saya memilih sekolah pendidikan guru dan memilih program studi bahasa dan sastra Indonesia. Sebenarnya itu adalah sebuah pilihan yang saya putuskan dengan terpaksa karena alternative yang diberikan oleh orang tua saya tempatnya lebih jauh dari lokasi sekolah pendidikan guru itu, selain itu kebutaan saya mengenai perguruan tinggi yang ada di kota saya. Awalnya saya memang tidak ada niatan untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, dan kalau pun harus melanjutkan saya tidak ingin melanjutkan sekolah tinggi di sini, di kota ini. Saya ingin melanjutkannya di luar kota. Saya ingin suasana baru, lingkungan baru karena lagi-lagi sifat jenuh saya berada di kota ini.
Seiring berjalannya waktu perjalanan sekolah saya hampir selesai, sbelum benar-benar selesai saya harus melewati masa PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) saya jadi ilfil dengan profesi ini. Alasannya adalah pertama murid di zaman sekarang jauh berbeda dengan murid zaman saya sekolah dulu, murid zaman sekarang sepertinya tidak mengenal sopan santun dan tidak bisa menghormati orang yang lebih tua, norma-norma kesopanan sudah mulai luntur sepertinya. Kedua lagi-lagi karena sifat saya yang moody tiba-tiba saya tidak tertarik lagi dengan profesi ini, tampaknya membosankan, karena dalam sehari bisa berkutat dengan materi yang sama dari pagi sampai siang walaupun di kelas yang berbeda, dengan orang yang berbeda dan tentunya dengan kemampuan yang berbeda pula. Ketiga adalah kesejahteraan profesi tersebut tidak terjamin. Kalau menurut saya jauh dari apa yang dibilang sejahtera, kalau pun ada yang terlihat berkecukupan atau lebih itu bisa jadi karena pasangannya berprofesi yang berpenghasilan cukup tinggi dibandingkan dengannya, atau bisa juga mereka mempunyai sampingan yang cukup sukses.


Saat pertama kali saya terjun di dunia tarik suara, saya sempat berkeinginan menjadi seorang penyanyi terkenal. Melihat penyanyi di televise yang begitu dikenal dan hidup berkecukupan. Sampai saat ini pun saya masih senang dengan dunia tarik suara. Beberapa bulan yang lalu saya sempat berbicara empat mata dengan ayah saya saat beliau di rumah. Berbicara mengenai banyak hal tentang saya, kegiatan saya, pekerjaan saya, masa depan saya, hubungan saya dengan pacar saya, dan saat itu baru saya mengetahui bahwa dulu ayah saya pernah ditawari oleh seseorang untuk mengorbitkan saya, tapi entah dengan pertimbangan apa saat itu ayah saya menolaknya. Menyesal mendengarnya, tapi mungkin itu bukan rejeki saya, jalan saya tidak di situ. Saat ini sebenarnya saya sudah menjadi seorang penyanyi, penyanyi kelas kamar mandi, kadang juga saya menyanyi di acara-acara pernikahan saudara saya.


Kesukaan saya membaca novel teenlit membuat saya juga pernah berkeinginan untuk menjadi seorang penulis. Sepertinya menjadi seorang penulis merupakan profesi yang menyenangkan. Ada kebanggaan tersendiri manakala tulisan hasil karya saya terpampang di rak toko buku, lebih bangga lagi ketika ada yang mau menghargainya dengan membeli dan membacanya. Setelah saya mencoba menulis membuat sebuah cerita, ternyata tak semudah membaca dan menikmati teenlit itu. Menulis butuh kemauan yang tinggi selain itu juga membutuhkan daya imajinasi dan kreativitas untuk menciptakan sebuah karya yang spektakuler dan disukai banyak orang. Akhirnya keinginan itu terpendam oleh waktu dengan sendirinya. Saya tidak percaya diri dengan tulisan saya, tapi setidaknya saya sedikit mewujudkannya melalui blog ini :).
Sebenarnya masih ada banyak keinginan saya yang ingin saya tuliskan di sini, mungkin lain waktu akan saya lanjutkan kembali tulisan saya mengenai keinginan-keinginan saya yang banyak sekali itu.


Jumat, 20 September 2013

perselingkuhan disekitarku

 


Saya adalah orang yang suka dengan keharmonisan, kedamaian dan keselarasan dalam suatu hubungan. Saya tidak suka dengan ketidaksetiaan saya adalah tipikal orang yang setia, bahkan sepertinya saya yang seringkali diduakan, bahkan saya seringkali terjerumus dalam lingkungan di mana penuh dengan orang-orang yang mendua, yang tidak setia. Hal itu membuat saya yang selalu penasaran dengan hal baru, ingin juga merasakan bagaimana rasanya mendua? Jangan dipikir bahwa mendua itu mudah. Sama sekali tidak mudah. Mengapa demikian? Karena ketika seseorang itu mendua maka disetiap harinya di mana pun kapan pun akan dihantui perasaan was-was, sibuk mengatur jadwal, menyiapkan jawaban manakala salah satu diantara mereka bertanya. Pernah waktu itu saya mendua dengan dua orang yang berbeda dan dalam perguruan tinggi yang berbeda pula, namun satu kota yang sama. Alasan saya mendua saat itu selain saya penasaran dengan memiliki dua orang kekasih, kedua adalah karena saya tidak yakin dengan hubungan saya dengan pacar pertama saya seperti ada sesuatu yang disembunyikan dari saya, ketiga adalah adanya kesempatan kala itu. Sudahlah lupakan masalah perselingkuhan itu saat ini saya sudah tidak berhubungan dengan keduanya.
Saya tidak pernah mengerti kenapa kehidupan saya tidak jauh dengan masalah perselingkuhan? Dalam hal ini bukan berarti saya terlibat langsung dalam perselingkuhan tersebut, tetapi orang-orang disekitar saya. Bahkan hal itu membuat hubungan pertemanan kami terpecah. Cinta membunuh logika, mungkin itu yang terjadi pada salah seorang teman saya, logikanya sudah mati dibunuh oleh cinta yang tiba-tiba datang pada hati yang sudah termiliki. Saya bingung harus bagaimana, saya sudah mengingatkan bahwa apa yang dia lakukan adalah perbuatan yang salah, selain itu akan pasangannya bahkan menyakiti keluarga pasangannya, dia sudah menikah. Pasangannya adalah seseorang yang cukup baik menurut pengetahuan saya, saya cukup mengenal pasangannya karena saat itu hubungan saya begitu dekat dengan teman saya itu. Entah berapa lama dan seberapa jauh dia menjalin hubungan gelap itu. Yang saya lihat ia tampak begitu bodoh ketika cinta bodoh menyapanya.
Perselingkuhan kedua yang dilakukan teman saya juga sebut saja A walaupun tidak seberapa dekat. Saya juga sudah sering mengingatkan A itu apalagi saat itu dia baru saja dikaruniai seorang anak. Tega-teganya dia melakukan hal itu, dan yang lebih bodoh lagi adalah teman saya juga yang menjadi selingkuhannya sebut saja B. Sebenarnya apa yang ada dalam benak mereka sampai tega menjalin hubungan dibelakang pasangan si A, terutama si Bmau-maunya dia menjalin hubungan dengan seseorang yang sudah berkeluarga. Ternyata hubungan itu tak berlangsung lama, namun penyakit si A tidak sampai di situ saja. Dia menduakan pasangannya lagi, kali ini dengan teman saya juga sebut saja C. Kali ini sepertinya hubungan mereka terlalu dalam. Kabarnya si C begitu mencintai si A sampai ketika hubungan keduanya harus berakhir si C sangat sedih, menggalau sepanjang masa.
Cinta memang buta, karena itu cinta tak pernah bisa menjatuhkan pilihan yang tepat pada hati siapa akan berlabuh. Kini tinggal hati kita yang mengontrolnya apakah akan tetap bertahan dengan satu cinta ataukah menerima setiap tawaran cinta yang datang.

Selasa, 17 September 2013

tulisan "Ngasal"


3 tahun berselang rupanya belum mampu menyelami dasar samudramu. 
Samudra yang tampak bening dan jernih di muka namun keruh di dalam, 
hal itu membuatku sulit untuk melihat bahkan memahami dalamnya samudramu hingga paling dasar. Semua tampak begitu buram apalagi ketika kabut awan hitam mulai menyelimuti sekeliling rasanya aku seperti semakin buta saja dan tak tahu apa-apa. 
Seringkali aku iri melihat keharmonisan alam lain yang begitu hangat dalam kebersamaan saling melengkapi, saling memahami, saling bersatu tanpa ada jarak diantara mereka. 
Tak seperti antara samudramu dan samudraku yang terhalang daratan yang begitu luas yang membuatku tak pernah bisa dan tak pernah mampu untuk mendalami samudramu yang nampak keruh dipenglihatanku. 
Semua nampak begitu indah seperti kata pepatah "rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri" harmonisasi alam lain nampak begitu indah di mataku. apakah memang terlalu dalam samudra keruhmu ataukah aku yang terlalu mudah putus asa untuk menyelam hingga dasar? 
Entahlah....

*tulisan ini dibuat dalam tahap belajar jadi kalau ada yang tidak bisa memahami ya harap maklum karena tulisan ini dibuat dengan teknik asket alias asal ketik berdasarkan apa yang saya alami beberapa hari terakhir
terima kasih sudah mau membaca tulisan ngaco ku ini :)